Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun
di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Orang awam mungkin melihat hutan lebih sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar. Untuk sebagian, hutan berkesan gelap, tak beraturan, dan jauh dari
pusat peradaban. Sebagian lain bahkan akan menganggapnya menakutkan. Namun, jika kita mengikuti pengertian ilmu kehutanan, hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Bagian-bagian hutan
Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah. Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan. Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikroorganisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk. Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lain.
Mengapa hutan tidak tampak sama?
Iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah adalah khas. Sebuah daerah mungkin beriklim sangat basah, sedangkan suatu tempat lain luar biasa keringnya. Daerah A mungkin bertanah rawa, daerah B sebaliknya berkapur. Ada yang berupa gunung terjal, sementara yang lain merupakan dataran rendah. Semua tumbuhan dan satwa di dunia, pun manusia, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada. Jika suatu jenis tumbuhan atau satwa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik di daerah tertentu, maka mereka akan dapat berkembang di daerah tersebut. Jika tidak, mereka justru tersingkir dari tempat ini. Contohnya, kita menemukan pohon bakau di daerah genangan dangkal air laut karena spesies pohon ini tahan garam dan memiliki akar napas yang sesuai dengan sifat tanah dan iklim panas
pantai. Sebaliknya, cara berbagai tumbuhan dan satwa bertahan hidup akan mempengaruhi lingkungan fisik mereka, terutama tanah, walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa yang berbagi tempat hidup yang sama justru lebih banyak saling mempengaruhi di antara mereka. Agar mampu bertahan hidup di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan memang harus memilih antara bersaing dan bersekutu. Burung kuntul, misalnya, menghinggapi punggung banteng liar untuk mendapatkan kutu sebagai makanannya. Sebaliknya, banteng liar terbantu karena badannya terbebas dari sebuah sumber penyakit. Jadi, hutan merupakan bentuk kehidupan yang berkembang dengan sangat khas, rumit, dan dinamik. Pada akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan diri akan menghasilkan suatu bentuk KLIMAKS, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan dan satwa yang paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita melihat hutan dalam beragam wujud klimaks, misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan hujan tropis, dan lain-lain.
Macam-macam Hutan
Rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang. Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Misalnya:
- Menurut asal
- Menurut cara permudaan (tumbuh kembali)
- Menurut susunan jenis
- Menurut umur
- Berdasarkan letak geografisnya:
hutan tropika, yakni hutan-hutan
di daerah khatulistiwa
hutan temperate, hutan-hutan di daerah empat musim
(antara garis lintang 23,5º - 66º).
hutan boreal, hutan-hutan di daerah lingkar kutub.
- Berdasarkan sifat-sifat musimannya:
hutan hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
- hutan selalu hijau (evergreen forest)
hutan musim atau hutan gugur daun (deciduous
forest)
hutan sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang
musim kemaraunya panjang. Dll- Berdasarkan ketinggian tempatnya:
- hutan pantai (beach forest)
- hutan dataran rendah (lowland forest)
- hutan pegunungan bawah (sub-montane forest)
- hutan pegunungan atas (montane forest)
- hutan kabut (cloud forest)
- hutan elfin (alpine forest)
- Berdasarkan keadaan tanahnya:
hutan rawa air-tawar atau hutan rawa
(freshwater swamp-forest)- hutan rawa gambut (peat swamp-forest)
hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
- hutan kerangas (heath forest)
hutan tanah kapur (limestone forest),
dan lainnya- Berdasarkan jenis pohon yang dominan:
hutan jati (teak forest), misalnya
di Jawa Timur.
- hutan pinus (pine forest), di Aceh.
hutan dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra
dan Kalimantan.
hutan ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa
Tenggara. Dll.
- Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
- hutan alam (natural forest)
- hutan buatan (man-made forest), misalnya:
- hutan rakyat (community forest)
- hutan kota (urban forest)
hutan tanaman industri (timber estates atau
timber plantation). Dll.
Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas. Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut. Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya. Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’. Penggolongan lain menurut asal adalah hutan perawan (primer) dan hutan sekunder. Hutan perawan merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia. Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun, jika dibiarkan tanpa gangguan —misalnya, selama ratusan tahun— kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer.
Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya. Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.
Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman industri). Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah tropis.
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (berumur kira-kira sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.
style="font-size:smaller; font-style:italic;
font-weight:bold;
text-align:center; ">
Lereng gunung Arjuna
di wilayah Sumberawan,
kecamatan Singosari,
kabupaten Malang
hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu
ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber forest product)
hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi kekayaan
keanekaragaman hayati atau keindahan alam
hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk
penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan
non-kehutanan.
Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung,
dan membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan
tropika dataran rendah (lowland tropical rainforest), atau hutan
dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp forest). Hutan-hutan rakyat,
kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman kehutanan
dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah
wanatani atau agroforest.
Jenis-jenis hutan di Indonesia
- Berdasarkan biogeografi
- Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
- Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
- Kawasan Wallacea / Laut Dalam (di bagian tengah)
- Berdasarkan iklim
Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya
jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari.
Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat
dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh
antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan
terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku;
sebagian besar Papua.
Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah
hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini
mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa
Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.
Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai
timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan,
dan sebagian besar pantai selatan Papua.
Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis
hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia,
lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae
(terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea).
Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae,
Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur,
genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari,
Agathis, dan Kalappia.
Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian
tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya.
Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis),
walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba),
cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).- Berdasarkan sifat tanah
Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering,
berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa.
Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa),
waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina
equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).
Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar
di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang
pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon
utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan
Rhizopheria.
Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera,
Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh
(Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin
(Gonystylus spp).- Berdasarkan pemanfaatan lahan
- Hutan tetap : 75,27 juta ha
- Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
- Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Kepulauan Nusantara adalah ketampakan alam yang muncul dari
proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini
pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling mendekati.
Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri
kepulauan ini.
Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa
itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu:
Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing
kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk
kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya.
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari
Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di
sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah
garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di
Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia.
Garis ini membujur dari utara ke selatan antara
Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara
Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog
Max Weber yang, sekitar 1902, memperlihatkan bahwa
sebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan
yang ada di Benua Australia.
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari
Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di
sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis
khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan
Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini
membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku
dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur dan Australia.
Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar
1902, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di kawasan
ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis
Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi,
Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku.
Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis
endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak
ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini
memiliki juga unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun
dari Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut
tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di Asia
dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara.
Kalaupun jenis Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat
dan jenis Australia di bagian timur, hal ini karena Kawasan
Wallacea sesungguhnya dulu merupakan palung laut yang teramat
dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora
berhenti menyebar.
Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim
tropis. Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera
membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan
jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia
mencakup tiga daerah iklim, yaitu:
Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut,
hutan hujan tropis, dan hutan muson.
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan
pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.
Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel
berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun
Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta
2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang
mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya
sebagai berikut:
Hutan konservasi | : | 15,37 juta ha |
Hutan lindung | : | 22,10 juta ha |
Hutan produksi terbatas | : | 18,18 juta ha |
Hutan produksi tetap | : | 20,62 juta ha |
Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut
oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi
(8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha),
Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).
style="font-size:smaller; font-style:italic; font-weight:bold; text-align:center; width:250px; "> Salah satu jalan setapak untuk memasuki hutan Slurup, Kabupaten Kediri | style="font-size:smaller; font-style:italic; font-weight:bold; text-align:center; width:250px; "> Hutan di lereng gunung Arjuna dengan latar belakang puncak Mahameru |
0 komentar:
Post a Comment